Pancasila Sebagai Etika Politik
PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK
Pancasila adalah dasar falsafah Negara Indonesia
sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, setiap warga
Negara Indonesia harus mempelajari, mendalami, menghayati, dan mengamalkannya
dalam segala bidang kehidupan.
Etika Politik
Sebagai salah satu cabang etika, khususnya etika politik
termasuk dalam lingkungan filsafat. Filsafat yang langsung mempertanyakan
praksis manusia adalah etika. Etika mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban
manusia. Ada bebagai bidang etika khusus, seperti etika individu, etika sosial,
etika keluarga, etika profesi, dan etika pendidikan.dalam hal ini termasuk
setika politik yang berkenaan dengan dimensi politis kehidupan manusia. Etika
berkaitan dengan norma moral, yaitu norma untuk mengukur betulsalahnya tindakan
manusia sebagai manusia. Dengan demikian, etika politik mempertanyakan tanggung
jawab dan kewajiban manusia sebagai manusia dan bukan hanya sebagai warga
Negara terhadap Negara, hukum yang berlaku dan lain sebagainya. Fungsi etika
politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis untuk
mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab.
Jadi, tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional
objektif dan argumentative. Etika politik tidak langsung mencampuri politik
praktis. Tugas etika politik membantu agar pembahasan masalah-masalah idiologis
dapat dijalankan secara obyektif. Hukum dan kekuasaan Negara merupakan
pembahasan utama etika politik. Hukum sebagai lembaga penata masyarakat yang
normatif, kekuasaan Negara sebagai lembaga penata masyarakat yang efektif
sesuai dengan struktur ganda kemampuan manusia (makhluk individu dan sosial).
Jadi etika politik membahas hokum dan kekuasaan. Prinsip-prinsip etika politik
yang menjadi titik acuan orientasi moral bagi suatu Negara adalah adanya
cita-cita The Rule Of Law, partisipasi demokratis masyarakat, jaminan
ham menurut kekhasan paham kemanusiaan dan sturktur kebudayaan masyarakat masing-masing
dan keadaan sosial.
Legitimasi
Kekuasaan
Pokok permasalahan etika politik adalah legitimasi etis
kekuasaan. Sehingga penguasa memiliki kekuasaan dan masyarakat berhak untuk
menuntut pertanggung jawaban. Kewibawaan penguasa yang paling meyakinkan adalah
keselarasan social, yakni tidak terjadi keresahan dalam masyarakat. Segala
bentuk
kritik,
ketidakpuasan, tantangan, perlawanan, dan kekacauan menandakan bahwa masyarakat
resah. Sebaliknya, keselarasan akan tampak apabila masyarakat merasa tenang, tentram
dan sejahtera. Jadi secara etika politik seorang penguasa yang sesungguhnya
adalah keluhuran budinya.
Legitimasi
Moral dalam Kekuasaan
Legitimasi etis mempersoalkan keabsahan kekuasaan politik
dari segi norma-norma moral. Legitimasi ini muncul dalam konteks bahwa setiap
tindakan Negara baik legislatif maupun eksekutif dapat dipertanyakan dari segi
norma-norma moral. Tujuannya adalah agar kekuasaan itu mengarahkan kekuasaan
kepamakaian kebijakan dan cara-cara yang semakin sesuai dengan tuntutan-tuntutan
kemanusiaan yang adil dan beradab. Moralitas kekuasaan lebih banyak ditentukan
oleh nilai-nilai yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat. Apabila
masyarakatnya adalah masyarakat yang religius, maka ukuran apakah penguasa itu
memiliki etika politik atau tidak tidak lepas dari moral agama yang dianut oleh
masyarakatnya.
Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental Bagi Bangsa dan
Negara RI
Makna
Nilai-Nilai Pancasila Dalam Etika Berpolitik
Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa dan Negara yang
merupakan satu kesatuan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan
masing-masing silasilanya. Karena jika dilihat satu persatu dari masing-masing
sila itu dapat saja ditemukan dalam kehidupan berbangsa yang lainnya. Namun,
makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu
kesatuan yang tak bias ditukarbalikan letak dan susunannya. Untuk memahami dan
mendalami nilai-nilai Pancasila dalam etika berpolitik itu semua terkandung
dalam kelima sila Pancasila.
a. Ketuhanan
Yang Maha Esa
Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, sang pencipta seluruh
alam. Yang Maha Esa berarti Maha Tunggal, tidak ada sekutu dalam zat-Nya,
sifat-Nya dan perbuatan-Nya. Atas keyakinan demikianlah, maka Negara Indonesia
berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Negara memberikan jaminan sesuai
dengan keyakinan dan kepercayaannya untuk beribadat dan beragama. Bagi semua
warga tanpa kecuali tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti Ketuhanan
Yang Maha Esa dan anti keagamaan. Hal ini diatur dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 1
dan 2.
b. Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab
Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk yang
berbudaya dan memiliki potensi pikir, rasa, karsa, dan cipta. Dengan akal
nuraninya manusia menyadari nilai-nilai dan norma-norma. Adil berarti wajar,
yaitu sepadan dan sesuai dengan hak dan kewajiban seseorang. Beradab kata
pokoknya adalah adab, sinonim dengan sopan, berbudi luhur dan susila. Beradab
artinya berbudi luhur, berkesopanan, dan bersusila. Hakikatnya terkandung dalam
pembukaan UUD 1945 alinea pertama: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah
hak segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan diatas dunia harus dihapuskan,
karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan …”. Selanjutnya
dijabarkan dalam batang tubuh UUD 1945.
c. Persatuan
Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu, artinya utuh tidak
terpecah-pecah. Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak
yang berabeka ragam menjadi satu kebulatan. Sila Persatuan Indonesia ini
mencakup persatuan dalam arti ideologis, politik, ekonomi, social budaya, dan
hankam. Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yang berbunyi,
“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia …”.
Selanjutnya lihat batang tubuh UUD 1945.
d. Kerakyatan
Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam permusyarawatan/Perwakilan
Kata rakyat yang menjadi dasar Kerakyatan, yaitu
sekelompok manusia yang berdiam dalam satu wilayah tertentu. Sila ini bermaksud
bahwa Indonesia menganut system demokrasi, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Hal ini berarti bahwa kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
berarti bahwa rakyat dalam melaksanakan tugas kekuasaannya ikut dalam
pengambilan keputusan-keputusan. Sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan UUD
1945 alinea keempat, yaitu, “… maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia, yang berkedaulatan rakyat …”. Selanjutnya lihat dalam pokok
pasal-pasal UUD 1945.
e. Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam
masyarakat disegala bidang kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh
rakyat berarti semua warga Negara Indonesia baik yang tinggal didalam negeri
maupun yang di luar negeri. Hakikat keadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia dinyatakan dalam alinea kedua Pembukaan UUD 1945, yaitu “Dan
perjuangan kemerdekaan kebangsaan Indonesia … Negara Indonesia yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Selanjutnya dijabarkan dalam pasal-pasal
UUD 1945. Pola pikir untuk membangun kehidupan berpolitik yang murni dan jernih
mutlak dilakukan sesuai dengan kelima sila yang telah dijabarkan diatas. Yang
mana dalam berpolitik harus bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam permusyarawatan/Perwakilan dan dengan penuh keadilan
social bagi seluruh rakyat Indonesia tampa pandang bulu. Nilai-nilai Pancasila
tersebut mutlak harus dimiliki oleh setiap penguasa yang berkuasa mengatur
pemerintahan, agar tidak menyebabkan berbagai penyimpangan seperti yang sering
terjadi dewasa ini. Seperti tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme,
penyuapan, pembunuhan, terorisme, dan penyalahgunaan narkotika sampai
perselingkuhan dikalangan elit politik yang menjadi momok masyarakat.
Etika Politik
dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Sesuai Tap MPR No. VI/MPR/2001 dinyatakan pengertian dari
etika kehidupan berbangsa adalah rumusan yang bersumber dari ajaran agama yang
bersifat universal dan nilai-nilai budaya bangsa yang terjamin dalam pancasila
sebagai acuan dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pembangunan moral politik yang berbudaya adalah untuk
melahirkan kultur politik yang berdasarkan kepada iman dan takwa terhadap Tuhan
Yang Maha Kuasa, menggalang suasana kasih sayang sesame manusia Indonesia yang
berbudi luhur, yang mengindahkan kaidah musyawarah secara kekeluargaan yang
bersih dan jujur dan menjalin asa pemerataan keadilan. Pada hakikatnya etika
politik tidak diatur dalam hokum tertulis secara lengkap tetapi melalui
moralitas yang bersumber dari hati nurani, rasa malu kepada masyarakat, dan
rasa takut kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Comments
Post a Comment