Pancasila sebagai Sumber Etika Politik
Pancasila sebagai Sumber Etika Politik
Sebagai dasar filsafat negara
Pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi peraturan perundang-undangan,
melainkan juga merupakan sumber moralitas terutama dalam hubungannya dengan
legitimasi kekuasaan, hokum serta berbagai kebijakan dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara. Sila pertama ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ serta sila kedua
‘Kemanusiaan yang Adil dan Beradab’ adalah merupakan sumber nilai-nilai moral
bagi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan.
Negara Indonesia yang berdasarkan
sila I ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ bukanlah negara ‘Teokrasi’ yang mendasarkan
kekuasaan negara dan penyelenggara negara pada legitimasi religious. Kekuasaan
kepala negara tidak bersifat mutlak berdasarkan legitimasi religious, melainkan
berdasarkan legitimasi hukum serta legitimasi demokrasi. Oleh karena itu asas
sila ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ lebih berkaitan dengan legitimasi moral. Hal
inilah yang membedakan negara yang Berketuhanan Yang Maha Esa dengan negara
teokrasi. Walaupun dalam negara Indonesia tidak mendasarkan pada legitimasi
religious, namun secara moralitas kehidupan negara harus sesuai dengan
nilai-nilai yang berasal dari Tuhan terutama hokum serta moral dalam kehidupan
negara.
Selain sila I, sila II ‘Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab’ juga merupakan sumber nilai-nilai moralitas dalam kehidupan
negara. Negara pada prinsipnya adalah merupakan persekutuan hidup manusia
sebagai makhlik Tuhan Yang Maha Esa. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari umat
manusia di duia hidup secara bersama-sama dalam suatu wilayah tertentu, dengan
suatu cita-cita serta prinsip-prinsip hidup demi kesejahteraan bersama (sila
III). Oleh karena itu manusia pada hakekatnya merupakan asas yang bersifat
fundamental dalam kehidupan negara. Manusia adalah merupakan dasar kehidupan
serta pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Oleh karena itu asas-asas
kemanusiaan adalah bersifat mutlak dalam kehidupan negara dan hukum. Dalam
kehidupan negara kemanusiaan harus mendapatkan jaminan hukum, maka hal inilah
yang diistilahkan dengan jaminan atas hak-hak dasar (asasi) manusia. Selain itu
asas kemanusiaan juga harus merupakan prinsip dasar moralitas dalam pelaksanaan
dan penyelenggaraan negara.
Dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara, etika politik menurut agar kekuasaan dalam
negara dijalankan sesuai dengan (1) asas legalitas (legitimasi hukum),
yaitu dijalankann sesuai dengan hukum yang berlaku, (2) disahkan dan dijalankan
secara demokratis (legitimasi demokratis), dan (3) dilaksanakan
berdasarkan prinsip-prinsip moral atau tidak bertentangan dengannya (legitimasi
moral) (Suseno, 1987 : 115). Pancasila sebagai suatu sistem filsafat
memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara,
baik menyangkut kekuasaan, kebijaksanaan yang menyangkut publik, pembagian
serta kewenangan harus berdasarkan legitimasi moral religious (sila I) seerta
moral kemanusiaan (sila II). Hal ini ditegaskan oleh Hatta tatkala mendirikan
negara, bahwa negara harus berasarkan moral Ketuhanan dan moral kemanusiaan
agar tidak terjerumus ke dalam machtsstaats, atau negara kekuasaan.
Selain itu dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara harus berdasarkan legitimasi hukum yaitu prinsip
‘legalitas’. Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu ‘keadilan’
dalam hidup bersama (keadilan social) sebagaimana terkandung dalam sila V,
adalah merupakan tujuan dalam kehidupan negara. Oleh karena itu dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, segala kebijakan, kekuasaan,
kewenangan, serta pembagian senantiasa harus berdasarkan atas hukum yang
berlaku. Pelanggaran atas prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan kenegaraan
akan menimbulkan ketidak seimbangan dalam kehidupan negara.
Negara adalah berasal dari rakyat
dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan senantiasa untuk rakyat
(sila IV). Oleh karena itu dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara segala
kebijaksanaan, kekuasaan serta kewenangan harus dikembalikan kepada rakyat
sebagai pendukung pokok negara. Maka dalam pelaksanaan politik praktis hal-hal yang
menyangkut kekuasaan eksekutif, legislative serta yudikatif, konsep pengambilan
keputusan, pengawasan serta partisipasi harus berdasarkan legitimasi dari
rakyat, atau dengan lain perkataan harus memiliki ‘legitimasi demokratis’.
Prinsip-prinsip dasar etika politik
itu dalam realisasi praktis dalam kehidupan kenegaraan senantiasa dilaksanakan
secara korelatiff diantara ketiganya. Kebijaksaan serta keputusan yang diambil
dalam pelaksanaan kenegaraan baik menyangkut politik dalam negeri maupun luar
negeri, ekonomi baik nasional maupun global, yang menyangkut rakyat, dan
lainnya selain berdasarkan hukum yang berlaku (legitimasi hukum), harus
mendapat legitimasi rakyat (legitimasi demokratis) dan juga harus berdasarkan
prinsip-prinsip moralitas (legitimasi moral). Misalnya kebijaksanaan harga BBM,
Tarif dasar Listrik, Tarif Telepon, kebijaksanaan ekonomi mikro ataupun makro,
reformasi infrastruktur politik serta kebijaksanaan politik dalam maupun luar
negeri harus didasarkan atas tiga prinsip tersebut.
Etika politik ini juga harus
direalisasikan oleh setiap individu yang iktu terlibat secara konkret dalam
pelaksanaan pemerintahan negara. Para anggota DPR maupun MPR aparat pelaksana
dan penegak hukum, harus menyadari bahwa selain legitimasi hukum dan legitimasi
demokratis juga harus berdasar pada legitimasi moral. Misalnya suatu
kebijaksanaan itu sesuai dengan hukum belum tentu sesuai dengan moral. Misalnya
gaji para Pejabat dan anggota DPR, MPR itu sesuai dengan hukum, namun mengingat
kondisi rakyat yang sangat menderita belum tentu layak secara moral (legitimasi
moral).
Comments
Post a Comment